Welcome to Blog MACAN LEUSER, Hotline: +6285276117367
Powered By Blogger

Sabtu, 08 Januari 2011

Film Tjoet Nja' Dhien


Sutradara: Eros Djarot
Pemain: Christine Hakim, Pitrajaya Burnama, Slamet Rahardjo, Rita Zaharah
Produksi: PT Kanta Indah Film, PT Ekapraya Film
Sebuah masterpiece! Tak ada yang menyangkal Tjoet Nja’ Dhien (1986) dibilang begitu. Film debut penyutradaraan Eros Djarot itu butuh waktu dua tahun buat menyelesaikannya. Pemeran utamanya, Christine Hakim jadi legenda hidup gara-gara film ini. Berkat Tjoet Nja’ Dhien, setiap aktris muda pasti menyebutnya sebagai panutan atau bintang idola. Tak ada yang menyangkal pula, sebagai Tjoet Nja’ Dhien, Christine berakting sempurna. Tak cuma Christine saja yang serba bagus di film ini. Filmnya sendiri, sebagai sebuah kesatuan karya sinema, nyaris tanpa cacat (diganjar 8 Piala Citra di FFI 1988). Tjoet Nja Dhien tak berisi uraian biografis kehidupan pahlawan dari Tanah Rencong itu. Melainkan juga berisi drama, pengkhianatan, dan kebesaran jiwa. Tak aneh rasanya kalau Tjoet Nja’ Dhien merupakan puncak pencapaian dunia perfilman kita yang belum terlewati hingga kini.
Film diawali dengan adegan Cut Nyak Dhien (Christine Hakim) yang sedang berdiskusi dengan suaminya, Teuku Umar mengenai penyerangan berikutnya. Dan seperti yang sudah saya duga, kisah perang patriotis tersebut kurang menarik hati saya. Namun perasaan saya berubah ketika muncul tokoh yang disapa sebagai "Penyair" dalam rombongan yang dipimpin Cut Nyak Dhien.
Sang Penyair. Begitu panggilannya. Diperankan oleh Putra Aceh dari tanah Gayo, Aceh Tengah, bernama Ibrahim Kadir. Sebagai actor dengan peran penting dalam film tersebut, Ibrahim Kadir benar-benar mampu mengungkapkan bagaimana mental rakyat Aceh dalam menghadapi penjajahan Belanda di tanah mereka.
Sang Penyair. Ketika orang-orang sibuk menyiapkan perbekalan dan logistic, strategi dan taktik, syairnyalah yang menjadi penghibur para prajurit, menyemangati mereka untuk terus bertahan membela tanahnya. Kalau peran Cut Nyak Dhien adalah sebagai pemimpin, maka sang penyair adalah baterai dari perjuangan yang dimotori Cut Nyak Dhien.
Sang Penyair. Tokoh yang paling menyentuh saya, ketika saat terakhir Cut Nyak Dhien berhadapan dengan Belanda di hutan, kumandang takbirnyalah yang menyadarkan prajurit-prajurit terakhir Cut Nyak Dhien untuk mati sahid mempertahankan tanah kelahirannya.
Untuk yang belum pernah menyaksikan film ini, harap menontonnya. Bukan hanya fakta sejarah, pesan moral dan pesan patriotis terhadap penjajahan saja yang bisa kita tangkap dari film ini. Bagaimana sosok Sang Penyair, yang bukanlah seorang prajurit, ikut mengapresiasikan perjuangan kawan-kawan setanahnya. Bukan dengan rencong, bukan dengan bambu runcing. Tapi dengan syairnya.




0 Komentar:

Posting Komentar